Kamis, 26 Mei 2016

Bayangan Kejayaan Pabrik Gula Kalasan

Suasana jalan di sekitar SMP N 1 Berbah siang itu amat lengang. Kegiatan belajar mengejar pada hari itu telah usai. Hanya tampak satu dua siswa yang sedang bercengkrama di dekat pintu gerbang sekolah. Mungkin tak terlintas di benak mereka, bahwa di dekat tempat mereka menimba ilmu dulu pernah ada bangunan pabrik gula besar dengan asap yang membumbung tinggi ke cakrawala. Pabrik gula itu bernama PG Tanjungtirto atau sering disebut juga PG Kalasan karena lokasinya dekat dengan Candi Kalasan. Sudah sekian lama PG itu sirna, namun bayangan kejayaannya masih terjumpa pada rentetan sisa bangunan kuno. Ingatan saya lantas menyeruak ke masa lampau ketika mesin-mesin gilingnya masih senantisa berkumandang, menggiling berbatang-batang tebu yang dihimpun dari seantero ladang.

Lokasi PG Kalasan.
Peta topografi dari tahun 1925 yang menggambarkan begitu jelas kompleks Pabrik Gula Kalasan. Di utara pabrik gula,terdapat Stasiun Kalasan (tidak terlihat di sini karena gambar terpotong) dimana gula dari Pabrik Gula Kalasan transit di sana sebelum diangkut dengan kereta api (sumber : maps.library.leiden.edu).
Situasi PG Kalasan saat ini ditinjau dari citra satelit. Keterangan : A. SMP N 1 Berbah ; B. Kantor Polsek Berbah ; C. Kantor Koramil Berbah ; D. Sisa rumah dinas ; Kotak kuning bekas area pabrik.

Pada suatu masa, wilayah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pernah memiliki lebih dari selusin perkebunan yang membudidayakan tanaman seperti tembakau, indigo dan tebu. Sebagai wilayah berstatus swapraja yang roda pemerintahannya tidak langsung berada di bawah kuasa Belanda, maka status tanah di Yogyakarta masih menjadi kepunyaan Sultan dan orang asing dilarang memiliki tanah. Sebagai gantinya, pengusaha-pengusaha Eropa yang hendak membuka perkebunan diberi hak izin sewa tanah dalam jangka waktu tertentu. Para landhuurder atau penyewa tanah tersebut berhak mendapat layanan dari orang pribumi yang bertempat tinggal di sekitarnya dan dari sana lahir istilah bekel putih, yakni sebutan untuk orang-orang Eropa peminjam tanah Sultan. Hampir seluruh bekel putih di Yogyakarta awalnya memiliki latar belakang sebagai pegawai Sultan. Salah satu contohnya adalah Pieter Wieseman. Catatan sejarah mengisahkan bahwa Pieter Wieseman lahir di Amsterdam pada tahun 1790. Orang tuanya bernama Frederik Wieseman dan Gesina Marie Coersen. Pieter kemudian mengundi nasibnya ke Hindia Belanda sebagai tentara. Karirnya begitu baik di sini sebagai pengawal Sultan Yogyakarta. Pieter Wieseman lalu menikah dengan salah satu dari putri keluarga Klaring, keluarga bekel putih lain. Keluarga Wieseman kemudian tinggal di rumah yang berdekatan dengan jalan yang menghubungkan Loji Kecil Lor dan Loji Kecil Kidul. Daerah tempat tinggalnya selanjutnya dikenal sebagai kampung Wiesemanan.

Frederik Willem Wieseman, perintis perkebunan di Tanjungtirto dan Beran.
(Sumber : media-kitlv.nl)
Pendiri PG Tanjungtirto, Wolter Broese van Groenau dan istrinya yang juga putri dari Willem Wieseman, Jeanete Emilia Wieseman. (Sumber : media-kitlv.nl).

Beberapa saat sebelum Pieter meninggal pada tahun 1832, Sultan memberi izin sewa sebagian tanahnya kepada Pieter. Sebelum Pieter meninggal di usianya yang ke-42, izin tersebut diwariskan kepada putra satu-satunya Pieter, Frederik Willem. Tanah tersebut diolah Frederik menjadi perkebunan tebu. Frederik selanjutnya menikah dengan Jeantje Dom yang juga merupakan anggota keluarga landhuurder bermarga Dom. Dari pernikahannya, Frederik Willem Wieseman memiliki dua putri dan seorang putra. Putri pertamanya menikah dengan seorang pejabat bernama Jacob Marinus Pijnacker Hordijk. Sementara putri lainnya, J. E. Wieseman menikah dengan Wolter Broese van Groenau. Frederik meninggalkan Jawa pada 1881 dan meninggal dunia di Belanda pada 24 Februari 1907. Aset Frederik kemudian dibagi menjadi dua untuk menantunya; Pijnacker mendapat jatah aset di Beran dan aset di Tanjungtirto menjadi jatah untuk Broese van Groenau (Het Nieuws van den dag voor N.I 29 November 1938). Pada 1874 Wolter mendirkan pabrik gula Kalasan dengan bantuan modal dari salah satu perusahaan keuangan terkemuka di Hindia-Belanda, Internationale Crediet  en Handelsvereeniging Rotterdam.

Potret tiga direktur NV Suikerfabriek Tandjong Tirto. Ketiganya masih memiliki hubungan keluaraga (sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

Tahun 1905 menjadi tahun terpenting bagi PG Kalasan karena pada tahun tersebut PG Kalasan melakukan IPO (Initial Public Offering) dan statusnya berubah dari yang semula adalah perusahaan keluarga menjadi perseroan terbatas "N.V. Suikerfabriek Tandjong Tirto". Statusnya sebagai perseoran terbatas memungkinkan PG Kalasan mendapat suntikan modal tambahan untuk pengembangan pabrik dengan menjual sahamnya kepada investor luar. Kursi direksinya diduduki oleh dua orang, Wolter dan iparnya, P. G. Wieseman. Sepeninggal P. G. Wieseman pada tahun 1909, jabatan direktur dipegang oleh Wolter sendiri. Selama masa kepemimpinannya, PG Tanjungtirto mengalami perkembangan pesat. Metode penanaman dan pemupukan terus ditingkatkan. Sebelum area perkebunan diperluas, PG Tanjungtirto melakukan transisi teknologi pada 1908 dengan menerapkan lokomotif sebagai kendaraan penarik lori tebu, menggantikan hewan sapi. Area perkebunan selanjutnya diperluas dengan mengakuisisi sejumlah perkebunan di sekitar Tanjungtirto. Wolter senior meninggal pada 27 Oktober 1924, dua bulan sebelum perayaan hari jadi pabrik gula Tanjugtirto ke-50. Setelah Wolter Broese van Groneau meninggal, garis dinasti gula Tanjungtirto diteruskan kepada putranya, Wolter Broese van Groneau Jr (De Jong, 1930 : 10).

Bagian masakan dengan mesin kondensor pusat
(Sumber : Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).,
Bagian mesin putaran.
(Sumber : Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).
Bagian karbonasi
(Sumber : Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto)

Sepanjang perjalanan PG Kalasan, keuntungan yang masuk tak hanya mengalir ke kas pihak Belanda saja. Sultan Yogyakarta, selaku pemilik tanah juga mendapat jatah keuntungan. Seiring dengan bergemanya politik etis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, industri gula di Hindia-Belanda tidak terkecuali PG Kalasan dituntut untuk memperhatikan tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekitar. Mereka selama ini telah mengeruk kekayaan alam di tanah jajahannya dan sudah sepantasnya jika mereka memberikannya kembali dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagian keuntungan yang diterima lantas disalurkan ke "Bevolkingfonds" atau "Dana Kemasyarakatan" yang akan dipakai untuk mendanai program sosial di sekitar pabrik seperti perbaikan jaringan irigasi, pemberantasan penyakit menular, dan pendirian sarana pendidikan yang dapat bermanfaat untuk penduduk sekitar pabrik (De Jong 1930: 64). Di sisi lain, tindakan corporate social responbilty ini sejatinya juga dapat diartikan sebagai upaya perusahaan untuk meredam gejolak yang berasal dari masyarakat sekitar atau karyawan pribumi. Kedua kelompok tersebut adalah kelompok yang rentan terdampak kebijakan yang dibuat pabrik. Aksi mogok karyawan atau pembakaran ladang tebu sering terjadi sebagai bentuk ungkapan kekecewaan terhadap keputusan pihak pabrik yang seringkali tidak bijaksana. 


Rumah sakit pembantu yang dibangun oleh PG Tanjutirto pada 1922.
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).
Pembukaan hulpziekenhuis pada 30 November 1922.
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

Beberapa bentuk nyata kepedulian PG Kalasan antara lain pendirian hulpziekenhuizen atau rumah sakit pembantu di Desa Jagalan yang dibuka pada 30 November 1922. Rumah sakit pembantu tersebut kemudian dikelola oleh Rumah Sakit Zending Petronella dan setiap bulan mereka menerima hampir seribu pasien. Tingginya angka pasien yang datang tidak lepas dari kondisi pemahaman kesehatan masyarakat saat itu masih rendah jika dipandang dari sudut pandang ilmu kesehatan modern. Rendahnya pemahaman tersebut tidak lepas dari minimnya sarana kesehatan saat itu dan pemerintah kolonial masih memprioritaskan layanan kesehatan untuk orang Eropa. Hal ini mendorong kalangan swasta untuk turun tangan langsung menyediakan sarana kesehatan seperti rumah sakit pembantu yang didirikan oleh direksi PG Kalasan. Rumah sakit tersebut mendapat subsidi oleh pemerintah kolonial sehingga masyarakat mendapat pengobatan secara gratis. Selain mendirikan sarana kesehatan, PG Kalasan bekerja sama dengan Dienst Volkgezondheid (Dinas Kesehatan Masyarakat) juga mengadakan program-program pemberantasan penyakit patek, cacing tambang, dan malaria (De Jong, 1930 : 68-72).

Gedung sekolah Prambanansche Ardjoeno School
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

Semenjak dilaksanakannya Politik Etis pada awal abad ke-20 yang menekankan pada aspek pendidikan, semakin banyak sekolah yang dibuka baik oleh pemerintah atau swasta; tidak terkecuali PG Kalasan. Sebagai bentuk kepedulian terhadap pendidikan, PG Kalasan memberi sumbangan berupa gedung sekolah baru kepada yayasan PAS atau Prambanansche Ardjoeno School yang diresmikan pada 1 Januari 1928. Prambanansche Ardjoeno School dibuka pada tahun 1924 atas prakarsa dari N.l.T.B.O.O (Nederl. Ind. Theosofischen Bond voor Onderwijs en opvoeding) dengan maksud menyediakan layanan pendidikan setingkat HIS atau Hollandsch Inlandsch School untuk anak-anak dari sekitar Kalasan dan Prambanan. Meskipun dimulai dengan skala kecil dan sumber daya yang terbatas, peminat sekolah tersebut sangat banyak karena PAS adalah satu-satunya sekolah di wilayah tersebut yang memiliki kurikulum seperti HIS. Pelajarannya meliputi bahasa Belanda, aritmatika, ilmu bumi, sejarah, pengetahuan alam, menggambar, olahraga dan kerajinan tangan. Pada akhir tahun 1929, PAS memiliki 189 murid dan 63 di antaranya adalah perempuan. Empat murid lulusan PAS berhasil diterima di kelas MULO (De Jong, 1930 : 64-66).

Gedung sekolah Ambachtschool Tanjungtirto dan rumah dinas guru
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

Penanaman pohon beringin oleh Sultan Hamengubuwono VIII sebagai tanda dibukanya Ambachtschool (Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

Pada tahun yang sama dengan pembukaan gedung baru Prambanan Ardjoeno School, PG Kalasan juga membuka Ambachtschool atau sekolah pertukangan pada 14 Mei 1928. Sebuah upacara penanaman pohon beringin oleh Sultan Hamengkubuwono VIII dihelat untuk menandai pembukaan sekolah itu, disaksikan oleh Paku Alam VII dan Residen Yogyakarta, P. W. Jonquiere (De Locomotief, 15 Mei 1928). Berbeda dengan PAS yang dibangun untuk yayasan lain, Ambachtschool tersebut dibuka murni atas nama PG Kalasan. Kehadiran sekolah tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan belajar untuk anak-anak penduduk pribumi sekitar pabrik sehingga mereka tidak perlu bersekolah di tempat yang jauh. Syarat masuk ke Ambachtschool tersebut adalah sudah menyelesaikan pendidikan minimal kelas 5 pada HIS atau semua kelas pada Volkschool kelas 3. Sebagaimana Ambachtschool di tempat lain, sekolah tersebut lebih banyak mengajarkan praktek dengan keterampilan utama yang diajarkan adalah pekerjaan yang terkait dengan besi. Keberadaan Ambacthschool tersebut juga memiliki tujuan untuk mendapatkan tenaga kerja terampil yang suatu saat dapat direkrut oleh PG Kalasan (De Jong, 1930 : 72-76).

Petinggi PG Kalasan dan pegawai desa ketika peresmian gedung Balai Desa.
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).


Dam Tlogowono pada zaman dahulu yang masih memiliki jembatan lori
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

Dam Tlogowono pada masa sekarang.

Saat PG Kalasan merayakan hari jadinya yang ke-50 pada tahun 1924, pemilik pabrik memberi sumbangan berupa bangunan balai desa kepada 8 kalurahan (pemerintahan setingkat desa). Sumbangan tersebut tidak diambil dari Bevolkingfonds, melainkan dari tabungan personal pemilik pabrik. Pengelolaan bangunan balai desa tersebut kemudian diserahkan secara resmi kepada Binnenlandsch Bestuur (De Jong 1930: 76)PG Kalasan juga meninggalkan sejumlah bendung-bendung yang dahulu dibangun untuk kepentingan irigasi perkebunan tebu. Salah satu bendung milik PG Kalasan yang masih sintas adalah bendung Tlogowono yang ada di sebelah timur kompleks AAU. Bendung mulai dibangun pada tahun 1928 dan ditenderkan kepada biro bangunan "Sitsen en Louzada" dengan biaya sebesar 31.500 gulden. Bendung tersebut akan membendung air Kali Kuning dan airnya kemudian disebar ke ladang tebu yang ada di kedua sisi sungai (Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië 8 Agustus 1928). Saat proses pembangunan bendung, kadang ditemukan tinggalan-tinggalan purbakala mengingat sekitar PG Kalasan terdapat beberapa situs dari masa Mataram Kuno (De Indische Courant 14 September 1933)

PG Tanjungtirto dilihat dari arah timur pada tahun 1920an (Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto)..

Ujian bertubi-tubi menimpa PG Kalasan. Kala kemelut malaise menerjang industri gula Hindia-Belanda, pengelolaan PG Kalasan ditutup dan dilebur dengan PG Bantul. Internatio yang menjadi pemilik saham terbesar PG Tanjungtirto kemudian memberhentikan Ir. O. Jansen van Raay sejak 1 November 1933 dan pengelolaanya dipegang oleh F. Moormaan yang waktu itu sedang menjabat sebagai administrateur PG Bantul. Berikutnya di masa pendudukan Jepang, PG Kalasan ditutup. Setelah kemerdekaan, pemilik pabrik berniat untuk membuka kembali pabrik yang telah lama terbengkalai namun mereka mendapati pabrik yang sudah binasa seluruhnya. Rupanya PG Kalasan menjadi korban prahara Agresi Militer Belanda Kedua, dimana para pejuang Repubilik membumihanguskan hampir seluruh bangunan pabrik di Yogakarta agar tidak jatuh ke tangan militer Belanda. Perlengkapan di dalam pabrik yang bernilai jutaan gulden dijarah oleh warga sekitar (Java-bode, 10 Febuari 1950). Begitulah ceritanya PG Kalasan menjemput ajalnya. Tidak ada yang berjejak dari PG Kalasan. Cerobong asap yang dulu menjulang tinggi begitu kokohnya kini sudah berkalang tanah. Begitu pula dengan nasib mesin-mesinnya yang tidak diketahui kemana rimbanya.

Rumah tinggal pemilik PG Kalasan yang saat ini sudah hilang.
(Sumber :data.collectienederland.nl).

Bekas rumah pegawai Pabrik Gula Kalasan yang sekarang menjadi SMP N 1 Berbah. Bangunan ini ditempati sebagai sekolah sejak tahun 1951.

Bangunan SMP N 1 Berbah tempo dulu
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

PG Kalasan memang telah lama sirna ditelan bumi, namun bayangan kejayaannya masih terjumpa di sekitar lokasi pabrik itu pernah berdiri. Di sepanjang jalan itu, masih terjumpa rumah-rumah kuno bekas rumah dinas karyawan PG Kalasan yang masih lestari. Ada yang masih tetap menjadi rumah tinggal. Ada pula yang dimanfaatkan untuk kepentingan lain seperti sekolah dan kantor polisi. Rumah dinas merupakan fasiltas yang jamak diterima untuk karyawan pada masa kolonial. Jenis, bentuk, ukuran, dan konstruksi rumah dinas dalam satu lingkungan pabrik akan terlihat berbeda satu sama lain tergantung dengan status karyawan dalam perusahaan. Fasilitas rumah dinas tersebut diperuntukan kepada karyawan bagian manajer, keuangan, pengawas kebun, teknisi mesin, dan kimiawan. Rumah-rumah dinas karyawan industri gula di Jawa biasanya dirancang oleh teknisi yang kerap merangkap tugas sebagai arsitek untuk pabrik gula (Passchier, 2016: 160). Lokasi rumah-rumah tersebut memiliki jarak yang dekat dengan pabrik dan bahkan seringkali hanya berada persis di seberang pabrik. Hal tersebut disengaja supaya waktu karyawan tidak menghabiskan waktunya untuk perjalanan dari rumah ke pabrik. Selain mempersingkat waktu, keberadaan rumah itu juga memangkas biaya yang dikeluarkan pabrik untuk perjalanan pulang-pergi pegawai. Rumah-rumah dinas tersebut dapat ditempatkan dalam konsep panopticon sebagaimana yang terjumpa pada PG Kalasan, yakni rumah dihadapkan ke arah pabrik agar lebih mudah mengawasi segala kegiatan yang sedang berlangsung di pabrik (Inagurasi, 2010; 123).




Rumah-rumah dinas karyawan PG Kalasan pada zaman dahulu.
(Sumber :Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto).

Pada awalnya, rumah-rumah karyawan PG Kalasan memiliki bentuk sederhana dan beranda terbuka yang mengelilingi rumah. Beranda tersebut rupanya menyebabkan cahaya matahari tidak dapat masuk ke dalam dan bagian dalam ruangan menjadi gelap. Sejak tahun 1905, seluruh rumah dinas Karyawan PG Kalasan diperbaiki agar menjadi lebih nyaman untuk ditempati. Perbaikan tersebut dilakukan dalam rentang waktu yang berbeda dan kadang disertai pendirian rumah baru untuk menyesuaikan struktur organisasi pabrik yang kadang berubah sewaktu-waktu. Rumah tersebut dilengkapi dengan fasilitas dasar seperti listrik, bak air, kamar mandi, dan kamar pembantu rumah tangga. Beberapa di antaranya sudah dilengkapi dengan garasi kendaraan (De Jong, 1930 : 58-60).

Selain SMP N 1 Kalasan, bangunan Kantor Polsek Berbah juga memakai rumah dinas PG Kalasan sejak tahun 1957.
Tipikal rumah dinas di kompleks PG Kalasan.

Bekas rumah dinas berwarna oranye ini berada di sebelah SMP N 1 Berbah. Rumah ini kerap digunakan untuk tempat syuting film.

Dari sudut pandang arsitektur, rumah-rumah dinas PG Kalasan menggunakan gaya arsitektur yang sedang marak di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, yakni gaya arsitektur Chalet yang tercermin dari penggunaan lisplang kayu berukir yang menjuntai di depan beranda. Beranda ini selain dipakai untuk tempat menerima tamu dan bercengkerama, juga menjadi tempat para meneer pegawai PG Kalasan mengawasi pabrik. 

Di lapangan inilah dahulu PG Kalasan berdiri.
Gudang Tembakau yang menempati bekas PG Kalasan.

Berdiri di seberang selatan rumah-rumah kuno tadi, terdapat sebuah gudang tembakau besar yang aroma khas tembakaunya tercium sampai luar. Saya sempat menduga jika bangunan itu merupakan bagian dari PG Kalasan. Dugaan saya segera disanggah oleh seorang warga yang telah lama tinggal di situ. Warga itu menyebutkan bahwa gudang itu baru ada sekitar tahun 1960an. Setelah merambah area sekitar, saya tak menjumpai apapun, selain hamparan tanah lapang di belakang gudang tembakau tadi. Dengan demikian, lenyap sudah gedung PG Kalasan yang dulu cerobong asapnya menjulang tinggi membelah cakrawala, memuntahkan asap putih tebal setiap musim giling tiba. Walau demikian akhirnya, bayangan kejayaanya masih terpantulkan lewat deretan rumah-rumah kuno itu.

Referensi

De Jong, W.M. 1930. Gedenkboek Ter Herinnering Aan Het 25 Jarig Bestaan Der N.V. Suikerfabriek N.V. Tandjong Tirto. Den Haag : Drukkerij Belinfante.

Inagurasi, Hari Libra. 2010. "Pabrik Gula Cepiring di Kendal 1835-1930, Sebuah Studi Arkeologi Industri". Tesis. Depok : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia.

Passchier, Cor. 2016. Building in Indonesia 1600-1960. Volendam: LM Publisher

Het Nieuws van den dag voor N.I 29 November 1938

De Locomotief, 15 Mei 1928

Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, 8 Agustus 1928

Java-bode, 10 Febuari 1950

6 komentar:

  1. Bagus sekali menambah wawasan ttg kota Jogja, tempat kelahiran saya. Perlu kepedulian untuk menguak sejarah, seperti ada papan informasi di lokasi tersebut untuk bercerita bahwa pernah ada gedung yang bernilai di situ sehingga bangunan peninggalan jaman dulu tidak mudah hilang tergerus jaman

    BalasHapus
  2. Baru tau saya, ternyata rumah mbah peninggalan Kolonial Belanda. Dulu jaman kecil taunya itu pabrik tembakau, rumah mbah yg cat hijau,

    BalasHapus
  3. Sangat menarik artikel ini memberi insight baru. Saya ada pertanyaan yang barangkali mimin jejak kolonial tahu jawabannya. Saya penasaran dengan administrasi wilayah, di peta tahun 1925 di atas, ada tulisan Og. Tandjungtirto. Og. tersebut singkatan dari apa ya, apakah onderling atau ... ?

    BalasHapus