Minggu, 13 November 2016

Pabrik Gula Kedungbanteng, Sejumput Jejak Sejarah di Tapal Batas Sragen

Sragen dalam catatan sejarah memiliki dua pabrik gula yang pernah didirikan oleh Belanda. Pertama adalah PG Mojo, pabrik gula di tengah kota Sragen yang kini langkahnya sedang tertatih-tatih dan kedua ialah PG Kedungbanteng yang berada di Desa Gondang, Kecamatan Gindang.Letaknya begitu dekat dengan tapal batas provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur sehingga melangkah dua setengah kilometer ke timur, sudah memasuki wilayah provinsi Jawa Timur. Tulisan Jejak Kolonial kali ini akan mengangkat Pabrik Gula Kedungbanteng yang barangkali sudah lekang dari ingatan orang-orang. Inilah kisah dari sejumput jejak sejarah di tapal batas Sragen….
Letak PG Kedungbanteng pada peta tahun 1925 ( sumber : maps.library.leiden.edu).

Foto udara PG Kedungbanteng.
Suasana Desa Gondang pada 25 April 1924 begitu meriah. Hari itu, desa yang ada di perbatasan Jawa Tengah-Jawa Timur itu kedatangan rombongan tamu penting seperti Pakubuwono X dari Kasunanan Surakarta dan Pangeran Adipati Aria Prang Wedana dari Pura Mangkunegaran. Selain itu ada pula Residen Surakarta, Asisten Residen Sragen, Bupati Sragen, para pembesar Pabrik Gula Mojo, serta sejumlah wartawan. Maksud kedatangan mereka tak lain adalah untuk meresmikan pabrik gula Kedungbanteng, pabrik gula termuda di Karesidenan Surakarta. Rombongan itu disambut oleh insinyur De Haan, perwakilan dari N.V. Cultuur Maatschappij Vereenigde Lawoe, perusahaan yang memiliki dan mengelola PG Kedungbanteng. Mereka selanjutnya diantar ke laboratorium pabrik, tempat dilangsungkannya seremoni peresmian PG Kedungbanteng. Dalam sambutannya, insinyur De Haan selanjutnya mengisahkan ihwal pendirian PG Kedungbanteng. Sejarah pendirian PG Kedungbanteng rupanya masih berhubungan dengan keberadaan PG Mojo yang ada di Sragen. Pendirian PG Mojo dipelopori oleh "Van der Wijk Concern" (kemudian menjadi Klattensche Cultuurmaatschappij) pada tahun 1894. Jadi saat PG Kedungbanteng diresmikan, PG Mojo baru menginjak usia 30 tahun, usia yang terhitung muda untuk pabrik gula di wilayah Surakarta. Secara bertahap, PG Mojo mulai memperluas area perkebunannya sehingga lebih banyak tebu yang dapat dipanen. Luasnya area perkebunan ternyata tidak diimbangi dengan kapasitas giling pabrik sehingga mulai terpikirkan untuk membangun pabrik baru pada tahun 1919. Rencana untuk membangun pabrik baru semakin menguat sesudah pembelian perkebunan karet Kedungbanteng dari Java Hevea Maatschappij. Setelah dipertimbangkan antara memperbesar pabrik gula Mojo atau mendirikan pabrik baru, maka akhirnya diputuskan untuk mendirikan pabrik gula baru. Keputusan tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa mereka akan menerima limpahan mesin bekas dari PG Comal di Pemalang yang kebetulan saat itu akan berpindah ke tempat baru (De Nieuwe Vorstenlanden, 26 April 1924).
Peta PG Kedungbanteng tahun 1930 (sumber : maps.libary.leiden.edu).
Letak pabrik sengaja dipilih dekat pusat pemerintahan distrik Gondang yang ramai penduduk. Tujuannya untuk memudahkan pencarian tenaga kerja berupah murah yang dapat diambil dari penduduk sekitar. Dengan lokasi di pinggir jalur kereta Surakarta-Surabaya milik Staatspoorwegen, boleh jadi pabrik itu dibangun di sana guna mempermudah proses pembangunan pabrik yang material dan mesin pengolahnya didatangkan dari Surabaya serta untuk membantu distribusi hasil olahan. Selain itu, di dekat pabrik terdapat Sungai Sawur yang dapat dipakai sebagai sarana pembuangan limbah. Mulanya pabrik akan dibangun di sebelah selatan jalur kereta, namun rencana itu urung diwujudkan. Proses pembangunan PG Kedungbanteng dimulai pada bulan Juni 1921 dan diawasi oleh kepala insinyur Van den Ben yang pernah menangani pembangunan PG Jatiroto di Lumajang. Sementara rancangan bangunan pabrik dibuat oleh insiyur Koetse dari "Stork & Co." Akibat keterlambatan beroperasinya PG Comal Baru, maka target penyelesaian PG Kedungbanteng meleset setahun dari rencana. Hibah mesin bekas yang dijanjikan dari PG Comal Lama baru tiba pada tahun 1923. Bersamaan dengan pembangunan pabrik, dipersiapkan pula sejumlah sarana irigasi seperti waduk, stasiun pompa, dan saluran air yang akan mengairi ladang tebu (De Nieuwe Vorstenlanden 28 April 1924). PG Kedungbanteng akhirnya diresmikan pada 25 April 1924 dengan kapasitas giling pada musim perdananya mencapai 15.000 batang per hari. PG Kedungbanteng dikelola lewat anak perusahaan Van der Wijk Concern bernama N.V. Cultuurmaatschappij Lawoe. Status ladangnya adalah tanah sewa karena perusahaan swasta dilarang memiliki tanah di wilayah Kasunanan. Tanah ladang tersebut disewa dalam jangka waktu 139 tahun (Ockers, 1934; 242). Keberadaan PG Kedungbanteng diharapkan dapat menularkan kemakmuran untuk desa Gondang yang ada di dekatnya sehingga keuntungan PG Kedungbanteng tidak hanya dinikmati oleh pengusaha Eropa dan pemerintah lewat tarikan pajak. Semenjak pembukaan PG Kedungbanteng, arus penumpang dan barang di stasiun kereta Kedungbanteng semakin meningkat. Tanah di sekitar stasiun menjadi incaran. Pemerintah juga berencana untuk membangun rumah untuk wedana dan pendirian bangunan pasar permanen (De Nieuwe Vorstenlanden 29 April 1924). Meskipun demikian, kehadiran pabrik gula Kedungbanteng masih belum mampu mengangkat taraf kesejahteraan para petani kecil karena mereka tak dapat mengolah lahannya sendiri.
Lapangan Gondang.

Lokasi situs PG Kedungbanteng dilihat dari citra satelit dari Google Map.
Keterangan : A : Kantor Kecamatan Gondang / B : Puskesmas Gondang / C : Bekas rumah dinas PG Kedungbanteng / Kotak merah : Eks lokasi pabrik.
Pabrik Gula Kedungbanteng mempekerjakan sejumlah pegawai yang masing-masing memiliki keahlian tertentu. Pucuk tertinggi dalam organisasi pabrik gula ditempati oleh administrateur atau kepala pabrik. Seorang administateur memikul tanggung jawab sebagai wakil perusahaan yang menangani langsung keseluruhan urusan pabrik, mulai dari proses penanaman, penggilingan, hingga pengangkutan ke pasar. Mengingat kerumitan industri gula dari proses penanaman hingga pengolahan menjadi gula, maka administrateur dibantu oleh jajaran karyawan dengan keahlian tertentu seperti zinder¸ chemicer, dan masinis. Posisi tersebut ditempati oleh orang Eropa yang telah mendapatkan pendidikan di bidangnya. Seorang zinder bertugas untuk mengawasi jalannya penanaman tebu di ladang hingga pengangkutannya menuju pbarik. Sementara tuga seorang chemicer adalah memastikan jika proses pengolahan menghasilkan gula yang berkualitas. Setelah gula diproses melalui serangkaian proses yang panjang, chemicer akan membawa sampel gula ke laboratorium untuk menentukan kualitas gula. Oleh karena itu, selain bekerja di pabrik, chemicer juga bekerja di laboratorium sehingga chemicer harus dapat membagi waktunya antara berada di pabrik dengan di laboratorium. Kemudian masinis bertanggung jawab pada pemeliharaan mesin, baik mesin pengolahan ataupun lokomotif yang dipakai untuk membawa tebu ke pabrik.Tugas masinis selama musim giling adalah yang paling vital karena kerusakan mesin berdampak pada proses produksi secara keseluruhan. Karena itulah masinis harus siaga selama 24 jam mengingat proses penggilingan berlangsung sepanjang hari secara terus menerus. Golongan paling bawah adalah pegawai pribumi. Ada dua macam pekerjaan, yakni di lapangan dan di pabrik. Selama bekerja, mereka berada di bawah pengawasan orang Eropa (Wiseman, 2001; 398-401). Sebagaimana pabrik gula lain di Jawa, PG Kedungbanteng selama musim giling terus melakukan penggilingan sepanjang hari. Dalam sehari pekerjaan di pabrik dibagi menjadi dua shift, yakni shift malam dan siang yang setiap shift mencapai 12 jam (Wertheim, 1993 ; 280). Tuntutan pekerjaan ini akhirnya mengharuskan para pegawai untuk sentiasa berada di dekat pabrik. Oleh karena itu, pabrik gula di Jawa pasti akan menyediakan sarana perumahan pegawai di dekat pabrik. Singkatnya jarak antara rumah pegawai dengan lokasi kerja selain memudahkan pergerakan dan komunikasi antara karyawan juga membantu pemilik pabrik untuk menghemat ongkos transportasi pegawai (van Moll dan Lugten, 1916; 9).
Bangunan rumah dinas PG Kedungbanteng di sebelah timur Koramil Gondang.
Puskesmas Gondang.
Bangunan rumah dinas PG Kedungbanteng di sebelah utara rel.
Van Moll dan Lugten melalui buku "Projecten van Woningen voor Suikerondernemingen" (1916) menerangkan seperti apa idealnya bentuk sebuah perumahan karyawan pabrik gula. Menurutnya, perumahan pabrik gula yang baik adalah yang dapat menyediakan segala sarana untuk para pegawainya, baik untuk pegawai Eropa atau pegawai pribumi. Sarana itu meliputi air bersih, saluran pembuangan, jaringan listrik, lampu jalan, sosieteit, dan klinik kesehatan. Perumahan PG Kedungbanteng dibangun di atas lahan yang belum ada permukimannya. Oleh sebab itu dibuatlah pola jalan yang benar-benar baru. Kompleks perumahan PG Kedungbanteng tertata begitu indahnya dengan mengelilingi sepetak tanah lapang nan luas. Penataan ruang kompleks perumahan PG Kedungbanteng merupakan karya dari arsitek dan ahli tata kota Thomas Karsten yang namanya sudah cukup bergema dalam belantika arsitekur kolonial (De Nieuwe Vorstenlanden, 28 April 1924). Pola tradisional perumahan pabrik gula dimana rumah–rumah dibikin menghadap ke arah pabrik ditinggalkan oleh Karsten. Sebagai gantinya, rumah tersebut dihadapkan ke arah selatan dan dari sini semburat Gunung Lawu yang elok akan terlihat jelas jika cuaca sedang cerah. Karsten tampaknya mencoba untuk mengikuti anjuran Van Moll untuk memperhatikan pemandangan alam sekitarnya sebagai salah satu faktor penting dalam menentukan orientasi tempat tinggal. Mengingat lokasi PG Kedungbanteng sangat jauh dari perkotaan, maka diciptakanlah sebuah lingkungan hunian yang nyaman untuk para pegawainya seolah mereka tinggal di tengah kota. Di sekeliling lapangan yang saat ini dikenal sebagai Lapangan Gondang, rumah-rumah tua eks kediaman pegawai PG Kedungbanteng itu yang masih utuh dan dapat disaksikan sampai sekarang. Beberapa di antaranya kondisinya relatif baik seperti rumah yang sekarang ditempati Puskesmas Gondang dan  Balai Rehabalitasi Disabilitas Grahita dan Ganda “Rahardjo”. Namun ada pula yang tidak terawat seperti bangunan di seberang Koramil Gondang. 
Bekas rumah administrateur yang saat ini menjadi kantor kecamatan Gondang.
Beranda keliling.

Bagian dalam.

Bekas dapur.

Tampak utara.
Berdiri di sisi timur lapangan, akan terjumpai bangunan lama yang kini menjadi kantor Kecamatan Gondang. Halamannya begitu luas. Atap limas dengan teritisannya yang lebar menjulang tinggi. Ukuran rumahnya lebih besar daripada rumah-rumah lama di sekitarnya, menandadakan jika bangunan ini dahulu ditempati oleh administrateur atau kepala PG Kedungbanteng. Selain menata kawasan tempat tinggal, Karsten juga merancang bangunan rumah tinggal pegawai PG Kedungbanteng. Rumah-rumah tersebut dibuat dalam bentuk yang lugas namun elegan. Rumah adalah identitas sosial penghuninya. Untuk mendapat pengakuan dari pegawainya sebagai seorang pemimpin, maka administrateur memiliki bangunan rumah yang paling megah dan kokoh di lingkungan sosial pabrik gula. Rumah administrateur pun menjelma laksana istana kecil dalam kerajaan pabrik gula. 
Lapangan tenis.
Persis di belakang kantor kecamatan, terhampar lapangan tenis dengan jalinan kawat yang memagarinya. Lapangan tenis ini mungkin telah ada sejak masa para meneer pegawai PG Kedungbanteng berdiam di rumah-rumah tua itu. Pembangunan perumahan pabrik gula, menurut van Moll dan Lugten (1916) juga harus diikuti dengan penyediaan sarana hiburan seperti lapangan permainan tenis. Hal tersebut merupakan upaya pemilik pabrik dalam rangka memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani pegawainya, sehingga diharapkan produktivitas pabrik bisa berkembang karena para pegawai bekerja dengan semangat dan dedikasi tinggi. Kehadiran lapangan tenis di lingkungan pabrik gula Belanda merupakan hal yang biasa karena olahraga tenis kala itu sednag digandrungi orang-orang kulit putih. Di zaman ketika hiburan tidak sebanyak sekarang, tenis menjadi sarana untuk memecah kejemuan rutinitas kerja pabrik yang monoton, apalagi untuk pegawai pabrik gula yang tinggal jauh dari pusat keramaian. Mungkin dapat dibayangkan pada zaman dahulu pada suatu sore yang cerah, sang tuan adminsitrateur bermain tenis dengan para pegawai lainnya. Orang-orang kulit putih berpandangan bahwa tenis adalah olah raga eksklusif untuk orang barat. Sebab itulah, orang-orang pribumi itu hanya dapat melihat para meneer menganyunkan raketnya dari luar pagar. Orang pribumi paling banter menjadi pesuruh yang bertugas mengambil bola tenis dan membersihkan lapangan. 
Bangunan rumah dinas PG Kedungbanteng yang ada di sebelah utara kantor kecamatan Gondang.
Ruangan di bagian belakang.
Tampak belakang.
Garasi.
Bekas dapur.
Beringsut ke utara kantor kecamatan Gondang, dapat disaksikan empat buah rumah tua berhalaman luas dan berdiri saling berdekatan. Keempat rumah tersebut memiliki bentuk serupa dengan sebelahnya. Hanya satu rumah saja yang masih bisa dikatakan terawat, sementara sisanya tampak tercampakan begitu saja oleh pemiliknya.  Biarpun terlihat renta dan terlantar, namun keindahan rumah itu masih belum pudar. Secara arsitektur, langgam rumah itu mencerminkan langgam arsitektur transisi, sebuah langgam yang melambangkan kemajuan jagad arsitektur di Hindia-Belanda yang sebelumnya begitu tergantung dengan arsitektur klasik yang menekankan pada penggunaan pilar. Lihatlah, rumah- rumah itu sudah tak dijumpai lagi pilar-pilar di beranda depannya. Langgam arsitektur transisi muncul di Hindia-Belanda sejak di penghujung abad ke-19 hingga tahun 1920an. Jika melangkah ke belakang, dapat dijumpai bijgebouwen, yakni bangunan tambahan di belakang atau samping rumah yang terhubung dengan rumah utama melalui sebuah selasarBijgebouwen pada dasarnya terdiri atas kamar pembantu, dapur, gudang, kamar mandi, dan garasi. Bagian tersebut sengaja diletakan terpisah dari rumah utama karena orang Belanda beranggapan kegiatan seperti mencuci dan memasak membuat kebersihan rumah utama berkurang  (Handinoto, 2010 ;145).
Di perkampungan inilah dahulu PG Kedungbanteng berdiri.
Di sebelah timur dari rumah-rumah tua itu, terdapat sebuah perkampungan yang bernama Mbabrik. Nama kampung itu sekarang menjadi satu-satunya jejak yang tersisa dari PG Kedungbanteng, selain rumah-rumah tua tadi. Mengapa PG yang besar itu bisa lenyap seketika ? Dalam perjalanannya, nasib PG Kedungbanteng mengalami pasang surut. Dari keterangan warga sekitar, pabrik gula itu sehabis musim giling perdana ditutup untuk sementara waktu. Pasalnya ada konflik di dalam tubuh kepengurusan pabrik. Masa istirahat tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja pabrik dengan memperbarui instalasi mesin-mesinnya. Langkah lainnya mencakup pembelian lokomotif uap baru sebagai pengganti hewan ternak yang selama ini tenaganya masih digunakan untuk menarik gerobak tebu. Seusai masalah internal dibereskan, PG Kedungbanteng kembali bergiling pada 19 Juni 1929 (Bataviasch Nieuwsblad 20 Juni 1929). Kala PG Kedungbanteng beroperasi, perkebunan tebu sedang menjadi primadona para pengusaha Belanda karena keuntungan yang ditawarkan amat tinggi. Berbagai tempat di Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, bermunculan pabrik-pabrik gula yang asap hitamnya membumbung tinggi ke langit. membuat pekat langit Jawa di kala musim giling. Sebelum 1930an, tercatat ada 179 pabrik gula yang dulu pernah beroperasi. Namun belum lama PG itu mencapai masa puncaknya, datang sebuah petaka besar. Permulaan tahun 1930an ,ketika pasokan gula melimpah di pasaran, jagad industri gula di Jawa diguncang dengan Great Depression atau krisis malaise. Harga gula akhirnya terjun bebas. Maka dibuatlah kesepakatan Charbourne dagar harga gula membaik dengan cara mengurangi produksi gula atau dengan kata lain, menutup pabrik gula. Imbasnya, banyak pabrik gula di Jawa yang menjadi korban kesepakatan Charbourne. Salah satu yang menjadi korban adalah PG Kedungbanteng. Van der Wijk Concern selaku pemilik PG Kedungbanteng, telah memutuskan untuk menutup kembali PG Kedungbanteng pada tahun 1932. Namun kali ini untuk selamanya (De Indische Courant 25 Februari 1932). 

Paska ditutupnya PG Kedungbanteng, bangunan pabrik diratakan oleh pemiliknya. Sementara rumah-rumah pegawainya barangkali oleh empunya pabrik dijual ke orang lain sehingga rumah itu masih utuh sampai sekarang. Tiada yang tahu bagaimana nasib rumah-rumah tua itu kelak di kemudian hari. Apakah akan ada seorang baik yang membelinya kemudian diperbaiki, dibiarkan merana begitu saja seperti sekarang, atau justru ia akhirnya disingkirkan dengan serta merta sehingga generasi berikut tak dapat menjumpainya lagi ?

Referensi
De Nieuwe Vorstenlanden, 26 April 1924

De Nieuwe Vorstenlanden, 28 April 1924

Bataviasch Nieuwsblad, 20 Juni 1929.

De Indische Courant, 25 Februari 1932.

Dr. B. Ocker. 1934. Grondrecht en Grondhuur in Het Gewest Soerakarta. Yogyakarta : Druk van Kolf en Bunning.


Van Moll dan Lugten, C.H. 1916. Projecten van Wooningen voor Suikerondernemingen. Amsterdam : De Bussy.

22 komentar:

  1. Kalau pabrik gula kedung banteng didirikan tahun 1924, berarti mbah Gotho bukan orang tertua di dunia dong ya. Menurut sebuah artikel, umur mbah Gotho diperkirakan 146 tahun pada tahun 2017, berdasarkan keterangan beliau bahwa beliau ikut menyaksikan pembangunan pabrik gula tersebut pada umur 10 tahun. Artikel tersebut menyatakan bahwa pabrik gula kedung banteng didirikan tahun 1880.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, betul. Dengan demikian mbah gotho itu bukan manusia tertua di dunia. Kadang saya heran dengan media massa sekaranh yang kurang melakukan riset dan langsung bikin kesimpulan tanps dikritisi.

      Hapus
    2. Artikel-artikelnya sangat menarik dan bermanfaat terutama untuk pecinta sejarah seperti saya mas, lengkap dengan bukti dokumen-dokumen dan foto-foto. Makasih, keep posting.... :)

      Hapus
    3. Artajaya Segawon lanang29 April 2020 pukul 05.39

      Yg dimaksud mbah gotho adalah didirikannya PG Mojo sragen tahun 1883
      Bukan PG Kedoeng banteng

      Hapus
  2. di gondang sendiri adakah komunitas yang peduli tentang sejarah dan peninggalan2 nya ?
    siap ingin nggabung .trim

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sendiri kurang tahu karena saya sendiri bukan asli gondang dan hanya mampir ketika sedang KKN di Sragen. Mungkin ada pembaca lainnya yang tahu ?

      Hapus
    2. Ada mas gabung aja ke karang taruna gondang baru, sampai sekarang kepedulian anak2 masih berjalan

      Hapus
  3. tulisan yang bagus dan menarik. terima kasih

    BalasHapus
  4. jangan lupa mampir ke vlog saya ya... saya pernah tinggal di salah satu rumah tersebut

    https://www.youtube.com/watch?v=CDa6GELALuE

    BalasHapus
  5. bukannya ini pabrik gula yang di ceritakan simpleman ya, yg lagi heboh di twitter tentang kkn desa penari? dia buat thread gtu tentang Pabrik gula di deket desanya.. bener gak sih hehehe

    BalasHapus
  6. Wah jadi tertarik dengan cerita pg Kedung Banteng yg menjadi viral saat ini, saya pernah mampir dirumah Dinas tersebut, karena teman saya waktu SMA tahun 1983 tinggal di situ

    BalasHapus
  7. Rumah itu 3 km jaraknya dari rumah saya. Kalau sekolah pasti ngelewati:D

    BalasHapus
  8. Waktu kecil saya suka mencari tontonan asem Jawa dan godril buah trembesi yang tumbuh di kanan kiri jalan sepanjang bangunan tua tsb,wah lamunan saya jdi melayang ingat indahnya waktu kecil hidup di desa Gondang baru (rumah saya dekat dng orang menyebut KOSTIEN / seperti kubangan kolam renang mungkin dulunya tempat menampung cairan gula atau apa gitu ). Terima kasih tulisannya, menggugah kembali kenangan saya waktu kecil.

    BalasHapus
  9. Untuk mas admin blog lengkong sanggar ginaris, bolehkah saya minta kontak atau akun sosmed nya? Saya ingin meneliti komplek rumah belanda tersebut.

    BalasHapus
  10. Lengkong Sanggar Ginaris
    Saya waktu kecil suka bermain bersama teman" saya seumuran dgn sy di bangunan kantor kecamatan lapangan pabrik penggilling padi dll dan sy sering ke kantor adminitrasi pabrik pg mojo gondang utk menemui almarhum ayah sy yg kebetulan pegawai pabrik pg mojo sragen sbg adminitrasi bagian sekertaris nya di tugaskan di kantor pg mojo gondang...

    BalasHapus
  11. Terima kasih atas sharingnya yang berdasarakan sumber literatur yang baik.

    BalasHapus
  12. Nyumbang info, walaupun sudah 35 tahun di Sintang Kalbar, tapi masih ingat 48 th yang lalu aku biasa angon wedus dilingkungan bangunan ex pabrik gula tsb.
    Lapangan tenis jaman itu belum ada, kalau nggak salah baru dibuat akhir tahun 80an.

    BalasHapus
  13. Alhamdulillah tahun ini bisa mampir ke itu. Cuma masih ada rasa penasaran saya bekas bangunan pabik gula Kedung Banteng lah yang masih belum tahu ??

    BalasHapus
  14. Umurku udah 81 th lebih..sewaktu kecil pulang nonton bola selalu beteriak ke arah bangunan pabrik..lalu teriakan itu menggemua. Sayang kenapa bangunan yg murah itu diratakan ! Kami zaman itu tahunya pak "Dimik'lah yang melakukannya. Dulu aku tinggal di selatan Kawedanan

    BalasHapus
  15. CV BAHAGIA SUKSES MAKMUR spesialis pusat pembuatan blower centrifugal, kami membuat blower centrifugal direct dan panbelt, dengan spesifikasi sesuai kebutuhan anda, kami melayani mulai dari perencanaan, survay, pembuatan hingga pemasangan blower industri.
    untuk informasi dan penawaran menarik lainnya silahkan hub : 081996000567 ( rini ) / 081316140397 ( rico )

    CV BAHAGIA SUKSES MAKMUR

    https://pembuatanblowertangerang.blogspot.com/
    https://pabrikblowertangerang1.blogspot.com/
    PINTEREST
    https://id.pinterest.com/bahagiaseksesmakmur52/
    TWITTER
    https://twitter.com/bahagia_makmur
    INSTAGRAM
    https://www.instagram.com/jualblower/?hl=id

    BalasHapus