Tiada habisnya membicarakan sejarah pabrik gula di
Jawa, dimana Sejarah mencatat ada lebih dari seratus pabrik gula di pulau ini.
Salah satunya adalah PG Kalirejo, sebuah PG yang asapnya pernah mengepul di
langit Banyumas. Manakala menyambangi lokasi PG Kalirejo di Sumpiuh, Banyumas,
anda tak bakal menjumpai kemegahan sebuah bangunan pabrik gula tinggalan
Belanda. Apa yang anda dapati di sana hanyalah sebuah perkampungan biasa dengan
beberapa rumah bernuansa Indis. Inilah PG Kalirejo, satu dari sekian banyak
jejak industri gula yang gaungnya sudah lama tak terdengar, tenggelam oleh
zaman yang terus bergulir.
PG Kalirejo saat masih beroperasi (sumber : troppenmuseum.nl). |
PG Kalirejo dipandang dari udara. |
Marilah sejenak untuk menoleh kembali sejarah industri gula. Gula yang dinikmati manusia masa kini sudah dihasilkan oleh manusia sejak masa silam. Tebu sebagai tanaman asal gula sudah lama tumbuh di Cina bagian selatan dan anak benua India. Namun industri gula pertama justru tumbuh jauh di kepualuan Karibia, terutama di Kuba. Di belakang Kuba, pulau Jawa yang saat itu dijajah Belanda membayang-bayanginya. Tebu sebenarnya sudah lama dikenal di Jawa namun tak banyak yang menanam dan mengolahnya. Orang Jawa cenderung menggunakan gula kelapa ketimbang gula tebu sebagai pemanis makanan. Tebu baru ditanam secara besar-besaran sesudah diterapkannya Cultuurstelsel pada tahun 1830an. Pada awal-awal ditanam, tebu masih diolah secara tradisional dengan bantuan tenaga hewan sehingga hasilnya sedikit. Baru setelah terjadinya revolusi industri, pengolahan tebu terbantu dengan mesin-mesin buatan Eropa sehingga gula yang dihasilkan bisa melimpah. Memasuki tahun 1850an, sistem cultuurstelsel mulai menunjukan tanda-tanda kegagalan. Hal tersebut menjadi alasan pemerintah Belanda untuk mensahkan UU Agraria pada tahun 1870. Disahkannya Undang-undang tersebut akhirnya menjadi keran masuknya modal asing ke tanah jajahan dan menjadi cikal kapitalisme di Hindia-Belanda. Para pemodal asing menanam investasinya dalam beragam bentuk usaha seperti perkebunan, pertambangan, pengangkutan, keuangan, dan lain-lain. Perkebunan tebu adalah yang paling banyak diminati. Pada 1884, kurang dari setengah pabrik gula di Jawa dimodali oleh perusahaan keuangan besar seperti Nederlands Handel Maatschappij, Handelsvereeniging ‘Amsterdam’, Internationale Crediet- en Handelsvereeniging “Rotterdam”, Nederlandsch Indische Handels Bank, dan Koloniaale Bank. Sementara sisanya dimodali oleh perusahaan yang didirikan oleh perseorangan atau keluarga-keluarga Eropa. Masing-masing perusahaan memiliki satu pabrik gula. Namun ada kalanya perusahaan tersebut memiliki lebih dari satu pabrik gula.
Letak PG Kalirejo pada peta tahun 1925. PG Kalirejo dilalui oleh jalur kereta jurusan Yogyakarta-Cilacap (sumber : maps.library.leiden.edu). |
PG Kalirejo pada peta tahun 1920. Dibangun di dekat pusat pemerintahan distrik Sumpiuh agar bisa mengambil lebih banyak pekerja (sumber : maps.library.leiden.edu). |
Di
seantero Banyumas, nama PG Kalirejo kalah melegenda dibanding PG Kalibagor.
Maka tidak mengherankan jika keberadaan PG ini kerap luput dari perhatian orang.
Dari hasil menghimpun arsip-arsip Belanda yang terserak seperti “Archief
voor de Suikerindustri in Ned. Indie”, akhirnya diketahui ihwal awal mula
pendirian PG Kalirejo. Menurut sumber tersebut, dijelaskan bahwa Sumpiuh, lokasi
dimana pabrik gula Kalirejo berdiri, selama beberapa tahun tidak memiliki
pabrik gula padahal beberapa pabrik gula sudah berdiri di Karesidenan Banyumas.
Tidak adanya pabrik gula di Sumpiuh rupanya disebabkan oleh ketiadaan sarana
irigasi yang memadai di daerah tersebut. Selain itu, wilayah tersebut sering
menjadi langganan banjir pada musim hujan karena tiadanya saluran drainase. Selain
dua kendala tadi, ada peluang untuk membuka pabrik gula di Sumpiuh mengingat
kondisi iklim dan tanahnya yang sesuai untuk perkebunan tebu serta didukung
dengan keberadaan jalur kereta milik Staaspoorwegen yang tersambung
dengan Cilacap sehingga memudahkan proses pengangkutan (Adama, 1912; 841-842). Potensi tersebut kemudian
dilirik oleh beberapa perusahaan swasta seperti “Cultuur Maatschappij der
Vorstenlanden”. Untuk mendorong pendirian pabrik gula di sana, maka dibentuklah
badan usaha “N.V. Suikeronderneming Kaliredjo”. Pada 27 Agustus 1907, badan
usaha tersebut akhirnya memperoleh izin untuk mendirikan pabrik gula di Kalirejo,
sekitar 1 kilometer dari pusat pemerintahan Sumpiuh. Untuk mendirikan pabrik gula
tersebut, mereka membutuhkan modal sebesar 2.000.000 gulden. Modal tersebut
diperoleh dari penjualan saham sebanyak 2000 lembar yang setiap lembarnya berharga 1000 gulden. Pada 24 November 1909, "N.V.Suikerondeneming Kaliredjo" mulai melantai di bursa saham (Het
Vaderland, 20 September 1909).
Segala
persiapan dilakukan untuk mendirikan pabrik gula di sana. Pertama adalah dengan
pembuatan jaringan pengairan yang akan mengairi ladang-ladang tebu serta
menjadi saluran pelimpah banjir. Sesudah ladang siap, maka proses pembangunan
pabrik gula Kalirejo dimulai sekitar bulan Januari 1910. Rangkaian pembangunan
pabrik memakan waktu 18 bulan. PG Kalirejo resmi beroperasi pada 26 juni 1911,
ditandai dengan pesta giling pertama yang berlangsung meriah dan dihadiri banyak
orang. Ritus slametan digelar dengan harapan PG Kalirejo dapat lancar
beroperasi. Sementara pada malam harinya, diadakan pemutaran film dan berbagai hiburan
rakyat (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 29 Juni 1911).
Proses pembangunan PG Kalirejo.
Mesin penggiling tebu. |
Mesin generator sumber listrik di dalam pabrik(sumber : troppenmuseum.nl). |
Kemegahan bangunan
PG Kalirejo merupakan hasil rancangan H. Lawson, pakar bangunan untuk “N.V.
Kaliredjo”. Bentuk bangunannya terbilang modern untuk ukuran masanya. Di dalamnya,
terdapat aneka mesin-mesin impor yang ditata sedemikian rupa. Rancangan
instalasi mesin PG Kalirejo dipasok dan dipasang
sendiri oleh perusahaan “Maxwell & Co.”. Sementar itu, rangkaian instalasi
listrik dan lampu yang dibuat oleh perusahaan “Becker & co.” dari Surabaya
membuat bagian dalam pabrik bermandikan lautan cahaya di malam hari sehingga
memungkinkan pabrik terus beroperasi sampai malam (Adama, 1912; 843). Kapasitas giling tebu PG
Kalirejo mencapai 14.000 pikul per hari dan pada puncaknya dapat menggiling
sampai 20.000 pikul. Tebu-tebu itu diperoleh dari ladang seluas 1800 bouw.
Untuk menjaga rantai pasokan tebu dari ladang, maka pabrik membuat jaringan-jaringan
lori ke segala penjuru. Pada masa awal, PG Kalirejo memiliki empat lori uap dan 300 gerbong
pengangkut.
Permukiman pegawai PG Kalirejo, ditata merujuk pada pola konsentris dengan lapangan tenis sebagai titik pusatnya. |
Semua permukiman pegawai pabrik gula di Jawa, tak
terkecuali PG Kalirejo, dibuat dalam konsep industrial village, dimana pabrik sebagai pusat kegiatan industri akan didampingi dengan permukiman pekerja.
Konsep tersebut lahir di saat Revolusi Industri sedang di puncak-puncaknya.
Pada saat itu, para majikan yang tinggal jauh dari pabrik tidak mengetahui
nasib pekerjanya dan mereka beranggapan bahwa nasib pekerja sepenuhnya
merupakan tanggung jawab pekerja itu sendiri. Malangnya, para pekerja atau
buruh di masa itu masih berupah rendah, sehingga mereka tinggal di sembarang
lingkungan asal murah walau seringkali buruk kondisinya. Beberapa pemilik
pabrik yang masih memiliki nurani seperti Robert Owen kemudian menciptakan
sebuah permukiman khusus untuk para buruhnya di New Lanark dengan kondisi
lingkungan yang jauh lebih manusiawi. Di dalam permukiman tersebut, tersedia beragam sarana untuk keluarga
pekerja seperti taman, tempat hiburan, klinik, dan sekolah (Burchell, 1984: 78).
Lingkungan permukiman PG Kalirejo. Tampak beberapa pekerja yang sedang bermain tenis. Lapangan tenis tersebut kini menjadi SMP N 2 Sumpiuh (sumber : troppenmuseum.nl). |
Potret keluarga pegawai PG Kalirejo seusai bermain tenis. (sumber : troppenmuseum.nl) |
Rumah-rumah
pamong PG Kalirejo dibangun dalam rupa arsitektur Indis, dengan hiasan voorschot yang mempercantik wajah depan rumah. Alih-alih menghadap ke
pabrik atau jalan raya, rumah-rumah tersebut dihadapkan pada sebuah lapangan
tenis dibangun persis di tengah kompleks sebagai sarana hiburan. Para pegawai
pabrik gula berdara Eropa yang menduduki jabatan menengah diganjar dengan
kenyamanan fasilitas yang bisa jadi terbilang sederhana untuk ukuran negeri
Eropa, namun sudah lebih dari cukup untuk orang bumiputera. Van Moll melalui
buku Projecten van Wooningen voor Suikerondernemingen yang diterbitkan
tahun 1916 memberi panduan kepada pemilik pabrik bagaimana cara menyediakan
permukiman pekerja pabrik gula yang bermutu baik. Tersedianya segala sarana
yang meliputi jaringan air bersih, saluran pembuangan, jaringan listrik, lampu
jalan, sosieteit, klinik kesehatan, dan lapangan olahraga, merupakan
persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah permukiman pekerja pabrik. Bila
lingkungan permukiman pekerja dalam keadaan baik, maka hal ini akan memberi
faedah yang baik pula untuk kesejahteraan sosial, fisik, dan mental pekerja.
Pekerjapun akan bekerja dengan semangat tinggi sehingga produktivitas pabrik
meningkat (van Moll dan Lugten, 1916; 9).
Beberapa bekas rumah dinas pegawai PG Kalirejo yang masih tersisa. |
Reruntuhan rumah dinas PG Kalirejo. |
Bekas jalur kereta SS menuju PG Kalirejo. |
Keberadaan jalur kereta jurusan Yogyakarta-Cilacap
milik Staatspoorwegen sangat membantu
dalam proses pemasaran gula hasil produksi PG Kalirejo. PG Kalirejo tersambung
dengan jalur kereta milik BUMN tersebut melalui sebuah jalur cabang yang
terjulur ke arah pabrik. Bekas jalur tersebut masih ada walau tinggal gundukan
zonder rel. Melalui jalur tersebut, berkarung-karung gula produksi PG Kalirejo
dipasarkan ke seantero Asia. Pemain gula di pasar Asia bukan hanya dipegang
oleh Hindia-Belanda. Masih ada Jepang, lalu India dan Semenanjung Malaya yang
dijajah Inggris, atau Filipina yang saat itu menjadi bagian Amerika Serikat.
Namun gula dari Hindia-Belandalah yang akhirnya merajai pasar. Banyak hal yang
menjadikan Jawa swasembada gula, antara lain kebijakan agraria yang
menguntungkan swasta, tanah yang subur, upah buruh yang murah, serta jaringan
transportasi yang baik (Knight, 2013 ; 40). Sayangnya, kedigdayan industri gula di Jawa akhirnya tumbang akibat gonjang-ganjing perekonomian dunia pada
dekade 1930an. Krisis ekonomi global yang dikenal krisis malaise itu menjatuhkan harga gula di pasaran sehingga
banyak pabrik yang merugi, termasuk PG Kalirejo yang kejayaanya akhirnya terhenti pada
1933 (Algemeen Handelsblad, 14 Agustus 1933). Mesin-mesin pabrik kemudian dipreteli dan dijual pada tahun 1935-1936 (De Locomotief, 26 April 1938). Di lokasi pabrik yang sekarang, tidak ada lagi bekas yang dapat menunjukan kalau di tempat tersebut pernah berdiri sebuah pabrik gula.
Referensi
Adama, P.J. 1912. "De Suikeronderneming Kaliredjo" dalam Archief voor Suikerindustrie in Ned. Indie. No : 20 . Het Algemeen Syndicaat van Suikerfabrikanten in Ned.-Indiƫ.
Burchell, Samuel. 1984. Abad Kemajuan. Jakarta : Tira Pustaka.
Knight, G. Roger. 2013. Commodities and Colonialism, The Story of
Big Sugar in Indonesia, 1880-1942. Boston : Brill.
Van Moll, J.F.A.C dan Lugten, C.H.
1916. Projecten van Wooningen voor
Suikerondernemingen. Amsterdam : De Bussy
Het Vaderland, 20 September 1909
Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 29 Juni 1911
Algemeen Handelsblad, 14 Agustus 1933
De Locomotief, 26 April 1938
Mas coba ke jawa timur banyak bangunan sejarah lho apalagi surabaya monggo ditunggu :)
BalasHapusTernyata tempat kosku dulu( semasa sma),adalah bekas lokasi parik gula
BalasHapusBekas reruntuhan bangunan tersebut tepatnya bangunan yg ada sumur tua adalah rumah tinggal nenek saya.
BalasHapusUlasan yang begitu ciamik... Siapakah gerang penulis?
BalasHapusLokasi pabrik ada di sebelah selatan rumah saya persis. Tepatnya belakang polsek sumpiuh gang ke 4. Dari gang 4 jalan ke timur ada pintu gerbang masuk ke area bekas pabrik. Disana masih terlihat tiang penyangga bangunan pabriknya. Disebelah gerbang pabrik terdapat pemakaman yang masuk ke dalam desa pandak. Pernah beberapa tahun lalu bekas bangunan pabrik di jadikan peternakan sapi. Kalau masuk lewat gang 3 juga bisa disana masih terlihat pagar beton yang mengelilingi bekas pabrik dimana kondisinya sudah banyak yang bolong2 sedangkan untuk kondisi lingkungan pabrik sudah ditumbuhi banyak rumput dan tanaman liar.
BalasHapus(Gigih RW)
Syukurlah kolonial Belanda sudah di usir ke asalnya
BalasHapusWsrisan londo
BalasHapus