.jpg)
"Indah murni alam semesta, tepi Sungai Serayu, Sungai pujaan bapak tani". Begitulah penggal lirik lagu Di Tepinya Sungai Serayu karangan Soetedja Poerwodibroto yang menggambarkan keindahan Sungai Serayu yang memberi berkah kesuburan untuk dataran di tepi kanan-kirinya. Sayangnya karena kondisi medan dan teknologi, pemanfaatan sumber daya air Sungai Serayu dalam jangka waktu yang cukup lama, dilakukan secara terbatas. Oleh karena itulah para insinyur Belanda pada penghujung masa penjajahan menghadirkan sebuah teknologi khusus agar sumber daya air Sungai Serayu dapat dimanfaatkan secara lebih luas. Teknologi macam apa yang dihadirkan oleh para insinyur Belanda tersebut akan diulas pada Jejak Kolonial kali ini.
![]() |
Pemandangan udara Sungai Serayu (Sumber : digitalcollections.universiteitleiden.nl) |
Sungai Serayu walaupun termasuk sungai yang memiliki debit air yang melimpah, namun penduduk setempat belum dapat memanfaatkan sungai tersebut untuk irigasi secara langsung. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan ketinggian yang cukup besar antara tinggi permukaan air dengan daratan yang ada di kanan-kirinya. Sungai Serayu baru bisa dimanfaatkan untuk irigasi setelah pemerintah kolonial Belanda meresmikan saluran irigasi Banjar-Cahyana pada tahun 1914. Sayangnya, saluran irigasi tersebut tidak dapat mencakup wilayah DAS Serayu secara keseluruhan. Wilayah yang belum merasakan manfaat dari Sungai Serayu adalah Dataran Banyumas Selatan atau Dataran Kroya yang dipisahkan dengan Dataran Banyumas Utara oleh perbukitan Serayu Selatan. Dataran tersebut pada mulanya adalah genangan rawa yang sangat luas yang airnya berasal dari sungai-sungai kecil yang hulunya terletak di perbukitan Serayu Selatan. Rawa tersebut perlahan terisi dengan endapan lumpur yang dibawa oleh sungai-sungai tersebut sehingga rawa tersebut perlahan menjelma sebagai dataran. (De Indische verlofganger, 1937).
![]() |
Peta daerah irigasi Kroja-Werken (Sumber : De Locomotief 8 Februari 1939) |
Dataran Banyumas Selatan tidak dapat disambung dengan irigasi Banjar-Cahyana karena terhalang oleh perbukitan Serayu Selatan. Untuk irigasi, penduduk hanya mengandalkan air dari sungai-sungai yang lebih kecil dan debit airnya sering menyusut selama periode musim kemarau. Akibat kurangnya pasokan air, maka panen yang dihasilkan masih terhitung rendah padahal tanahnya termasuk jenis yang subur (De Indische verlofganger, 1937). Pemerintah kolonial sebenarnya sudah menyadari keadaan tersebut sejak jauh hari. Pada tahun 1896, muncul sebuah wacana untuk membuat saluran irigasi di dataran Banyumas Selatan. Walaupun kajian teknisnya sudah dibuat, wacana tersebut tidak jadi diwujudkan karena terhalang oleh biaya dan teknis. Berikutnya pada tahun 1905, dibuat rencana lain dengan skala yang lebih kecil. Seperti pendahulunya, rencana tersebut tidak jadi terlaksana.
![]() |
Suasana rumah pompa Gambarsari saat peresmian. (Sumber : Soerabaijasch handelsblad 17 Maret 1939) |
Rencana yang sama kembali muncul di permukaan pada tahun 1920 namun sekali lagi rencana tersebut batal dibuat. Kendala utama dalam rencana tersebut adalah bahwa diperlukan kanal yang dalam untuk dapat mengalirkan air karena adanya perbedaan ketinggian yang cukup besar antara tinggi permukaan air dengan daratan yang ada di kanan-kirinya. Sementara di sisi lain, hasil survey geologi menujukan kondisi formasi tanah di dataran tersebut tidak mendukung untuk penggalian kanal yang dalam. Wacana lainnya muncul pada tahun 1929 dan kali ini idenya adalah membangun bendung gerak Serayu. Wacana tersebut, seperti halnya wacana sebelumnya, berakhir dengan penolakan karena biaya yang ada masih kurang untuk dapat membuat bendung gerak, terlebih teknologi semacam itu belum ada yang pernah membuatnya di Hindia-Belanda. Akhirnya pabrik-pabrik gula di daratan Banyumas Selatan; seperti PG Kalirejo, memutuskan untuk membuat saluran irigasi mandiri dalam skala kecil. Airnya diambil dari sungai-sungai kecil dan tentu saja karena debit airnya yang kecil, hasilnya tidak memuaskan (De Indische verlofganger, 1937).
![]() |
Gubernur Jenderal Tjarda van Stakenborough yang sedang meninjau saluran Gambarsari (Sumber : Zaans Volksblad Sociaal-democratisch Dagblad 23 Maret 1939). |
Kebutuhan akan saluran irigasi untuk pertanian semakin mendesak setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1930-an. Saat itu banyak pabrik gula yang berhenti beroperasi dan tidak menanam tebu lagi. Akibatnya petani yang selama ini mengandalkan upah sebagai buruh kontrak kehilangan pendapatannya. Irigasi akhirnya menjadi kebutuhan yang mendesak agar tanah-tanah tersebut dapat diolah lagi oleh penduduk (De Indische verlofganger, 1937). Harapan untuk dapat membuat saluran irigasi yang layak di dataran Kroya mulai terwujud pada tahun 1936 dengan dibuatnya proyek irigasi Kroja-Werken oleh Provincialen Waterstaatsdienst, satuan kerja pemerintah kolonial untuk mengelola sumber daya air di wilayah provinsi Jawa Tengah. Dana hibah dari Belanda sebesar 2,5 juta gulden dikucurkan untuk mendanai proyek tersebut. Keberadaan proyek tersebut rupanya membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk lokal yang saat itu banyak kehilangan mata pencaharian akibat krisis malaise yang membuat banyak pabrik gula di sekitar Banyumas ditutup.
![]() |
Pembangunan rumah pompa Gambarsari (Sumber : De Locomotief 8 Februari 1939) |
Saluran-saluran air segera digali di tempat yang sudah ditentukan. Selagi bagian pertama saluran sedang dibangun, para insinyur di Provincialen Waterstaatsdienst yang saat itu dipimpin oleh Ir. P.J.A Wijn berdiskusi tentang bagaimana caranya untuk dapat membawa air Sungai Serayu masuk ke dalam saluran. Pilihan pertama masih sama dengan wacana dari tahun 1929, yakni membuat bendung gerak di Sungai Serayu yang dapat membuat permukaan air sungai akan naik dan setelah mencapai ketinggian yang diinginkan, air akan mengalir ke dalam saluran. Sayangnya pembuatan bendung gerak dinilai memiliki resiko tinggi dan biaya yang lebih besar untuk dibangun. Pilihan lainnya adalah dengan menyedot air Sungai Serayu dengan mesin pompa.
![]() |
Rumah pompa Gambarsari setelah selesai dibangun. (Sumber : De Locomotief 20 Maret 1939) |
Para insinyur Belanda sudah familiar dengan teknologi mesin pompa air karena teknologi tersebut sejak lama sudah digunakan di Belanda untuk memompa genangan air ke tempat yang lebih tinggi sehingga terbentuk daratan baru yang dapat diolah menjadi lahan-lahan pertanian. Penggunaan pompa untuk irigasi juga sudah digunakan oleh perusahaan-peruhaan perkebunan tebu meski dalam skala yang kecil. Di antara pilihan membuat bendung gerak atau rumah pompa, akhirnya pilihan kedua yang dipilih karena biaya pembangunannya dinilai lebih murah dan resikonya lebih sedikit. Dengan demikian, proyek irigasi Kroya-werken diklaim sebagai proyek irigasi skala besar pertama di Hindia-Belanda yang menerapkan teknologi pompa air (De Indische mercuur30 Desember 1936).
![]() |
Saluran dan inlet Gambarsai. (Sumber : De Locomotief 20 Maret 1939) |
Jejak pertama dari proyek Kroya Werken yang masih dapat dilihat adalah eks bangunan rumah pompa Gambarsari. Jika diperhatikan, rumah pompa Gambarsari tidak dibangun berdekatan langsung Sungai Serayu. Air Sungai Serayu rupanya tidak langsung disedot begitu saja karena Sungai Serayu membawa sedimen lumpur yang cukup besar sehingga sedimen tersebut dapat menjadi tumpukan endapan yang menyumbat saluran. Struktur lumpur halus juga yang dapat menyebabkan tanah menjadi keras. Oleh karena itu sebelum disedot, air dialirkan lewat sebuah saluran yang nantinya endapan lumpur perlahan akan mengendap dan tertampung dalam saluran tersebut. Pada saat tertentu, endapan tersebut akan dibuang lagi ke Sungai Serayu. Air dari Sungai Serayu mengalir masuk ke dalam saluran lewat pintu air yang titiknya dipilihkan di kedung atau bagian terdalam sungai (De Indische verlofganger 1937).
![]() |
Bangunan rumah pompa Gambarsari yang saat ini sudah tidak berfungsi. |
Proses pembangunan gedung mesin pompa Gambarsari dikerjakan oleh
Perusahaan Hollandsche Beton Maatschappij. Bangunan rumah pompa Gambarsari
dilengkapi dengan empat mesin pompa yang dapat menyedot air sekitar satu
setengah juta meter kubik air per hari. Sementara itu satu mesin pompa difungsikan
sebagai mesin Cadangan yang baru dinyalakan jika salah satu mesin pompa utama
mengalami kerusakan atau sedang dalam perawatan. Mesin pompa tersebut dipasok
dan dirakit oleh Perusahaan Stork dari Hengelo. Pekerjaan Kroya-werken
melibatkan sejumlah insinyur, pengawas, juru gambar, surveyor, mandor, dan
buruh. Meskipun sudah mengerahkan banyak pekerja, ada beberapa bagian proyek
yang kemajuan pekerjaannya berjalan cukup pelan. Misalnya bagian saluran
antara pintu air dan rumah pompa. Bagian tersebut awalnya digarap oleh
kontraktor swasta namun kemudian diambil sendiri oleh pemerintah karena lambat.
Meskipun sudah mengerahkan banyak pekerjan, bangunan rumah pompa Gambarsari ternyata
juga masih belum selesai sehingga pembangunannya dikerjakan dengan tempo yang
lebih cepat (De locomotief 14 Maret 1939).
![]() |
Gubernur Jenderal Tjarda Van Stakenborough yang sedang menekan tuas sebagai tanda diresmikannya rumah pompa Gambarsari. (Sumber : Soerabaijasch handelsblad 17 Maret 1939) |
Ketika tanggal peresmian tiba, yakni 14 Maret 1939, bangunan rumah pompa ternyata masih belum sepenuhnya tuntas. Namun hal tersebut tidak menghalangi seremoni peresmian yang sudah dijadwalkan. Terlebih orang yang meresmikannya adalah orang nomor satu di Hindia-Belanda, gubernur jenderal Tjarda van Starkenborg. Sambutan penduduk pada acara tersebut begitu antusias seperti yang dicatat dalam De Indische courant 15 Maret 1939, dimana “penduduk telah berkumpul di berbagai titik di sepanjang jalan Purwokerto-Gambarsari agar dapat melihat rombongan Gubernur Jenderal yang akan melewati jalan tersebut. Bendera merah-putih-biru, berkibar di depan rumah-rumah sepanjang jalan”. Gubernur Jenderal mengangkat tuas mesin di dekat mimbar dan deru suara mesin segera mengisi rumah pompa sebagai tanda bahwa rumah pompa Gambarsari sudah mulai beroperasi. (De Indische courant 15 Maret 1939).
![]() |
Bangunan yang dahulu digunakan untuk kantor administrasi. |
![]() |
Bangunan yang dahulu digunakan untuk tempat tinggal pengawas rumah pompa Gambarsari. |
![]() |
Tampak bangunan gardu induk, kantor, dan rumah penjaga dari seberang saluran. |
Dari Gambarsari, air selanjutnya dialirkan melewati sebuah saluran panjang.
Sesampainya di Sampang, air tersebut didistribusikan ke tiga saluran lain,
yakni saluran Induk Maos, Saluran Induk Sumpiuh, dan Saluran Sekunder Doplang. Pembuatan
saluran tersebut dibangun oleh kontraktor yang berbeda. Misalnya saluran dari rumah pompa Gambarsari hingga pintu distribusi Sampang dibuat oleh Kuhbauch, pintu
distribusi Sampang dibuat oleh Hangelbroek, saluran sekunder doplang dibuat
oleh M. J. Reksomidjojo, dan saluran induk Maos dibuat oleh T.H. The. Biaya
pekerjaan Kroya-werken; baik pembangunan rumah pompa dan salurannya,
diperkirakan menghabiskan biaya hingga 1.600.000 gulden dan perawatan tahunan
akan menelan biaya sebesar 121.000 gulden per tahun. Kendati biaya Pembangunan
dan pemeliharaanya cukup besar, namun keberadaan Kroja-werken memberi manfaat
ekonomi yang jauh lebih besar. Diperkirakan keberadaan Kroja-Werken dapat meningkatkan
jumlah nilai panenan dari yang semula 2.017.000 gulden menjadi 2.838.000 per
tahun (Algemeen Handelsblad 25 Maret 1939).
![]() ![]() ![]() |
Kondisi bangunan rumah pompa Pesanggrahan saat ini. |
Selain di Gambarsari, rumah pompa kedua dibangun di arah hilir di sisi
barat Sungai Serayu. Letaknya berada di Desa Pesanggrahan yang masuk wilayah
Kabupaten Cilacap. Tujuan dibangunnya rumah pompa pesanggrahan adalah agar
wilayah yang berada di sisi barat Sungai Serayu juga dapat memanfaatkan
keberadaan Sungai Serayu. Awalnya, irigasi di wilayah tersebut akan disambung
dari Gambarsari dengan menggunakan sebuah akuaduk atau jembatan air yang ada di
atas Sungai Serayu. Namun setelah dilakukan perhitungan kembali, ternyata jauh
lebih menguntungkan untuk membangun rumah pompa kedua dibandingkan hanya
mengandalkan rumah pompa Gambarsari dan membangun akuaduk. Begitulah
alasannya mengapa rumah pompa Pesanggarhan dibangun (De Indische verlofganger, 1937). Rumah pompa dilengkapi
dengan tiga mesin pompa, dimana salah satu mesin pompa difungsikan sebagai pompa cadangan
jika sewaktu-waktu mesin utama mengalami kerusakan.
![]() |
Pintu air rumah pompa Pesanggrahan. |
![]() |
Kondisi saat ini saluran buang air irigasi. |
Rumah pompa Pesanggrahan dapat menyedot air sebanyak 4060 liter per
detik. Mesin pompa Pasanggrahan disediakan oleh penyedia yang sama
dengan rumah pompa Gambarsari, yakni dari Perusahaan Stork. Sebagaimana
rumah pompa Gambarsari, air dari Sungai Serayu dimasukan ke rumah pompa Pasanggrahan lewat pintu air dan sebelum disedot, air ditampung dalam sebuah
saluran untuk mengendapkan sedimen yang terbawa air sehingga sedimen tersebut
tidak ikut tersedot ke dalam. Pembangunan rumah pompa pesanggrahan
dan salurannya dikerjakan oleh kontraktor Pluyter. Satu-satunya bagian yang
tidak dikerjakan lewat kontraktor adalah bagian pintu air guna mempercepat
pembangunan rumah pompa Pasanggrahan karena tenggat waktu pekerjaanya hampir
berakhir.
![]() |
Tampak gardu listrik Gambarsari pada tahun 1940. |
![]() |
Gardu listrik Gambarsari. |
![]() |
Gardu listrik Pesanggarahan. |
Di dekat rumah pompa Gambarsari maupun Pesanggrahan, dapat ditemukan
keberadaan bangunan gardu listrik mengingat kedua pompa tersebut menggunakan mesin
pompa bertenaga listrik. Awalnya, air untuk rumah pompa akan dipasok dari
PLTA yang airnya disadap dari Sungai Serayu dan dialirkan menuju Kali Bengawan
yang lebih rendah. Namun rencana tersebut tidak jadi dibuat karena ada kendala
teknis. Bagaimanapun juga, keberadaan rumah pompa tersebut tidak akan
berfungsi jika tidak ada pasokan listrik untuk menggerakan pompa. Masalah
kelistrikaan untuk pompa akhirnya terjawab setelah perusahaan listrik negara,
ANIEM, bersedia untuk memasok listrik ke rumah pompa. Mereka menyelesaikan
sebuah PLTA di Ketenger, Baturaden yang mulai beroperasi pada 1 Februari 1939. Gardu listrik tersebut selain memasok listrik ke rumah pompa juga berfungsi sebagai
transformator. Listrik dari gardu ini diteruskan menuju gardu listrik
Pesanggrahan yang kemudian diteruskan ke Maos dan Cilacap. Dari gardu listrik
Gambarsari juga, listrik selanjutnya didistribusikan juga ke Kroja, Sumpiuh, dan
Karanganyar. Sistem kelistrikan internal rumah pompa disediakan dan dipasang
oleh Perusahaan Van Swaay (Goemans, 1940 ; 156)
Referensi
De Indische verlofganger; blad gewijd aan de belangen van den Indischen verlofganger in Holland, jrg 16, 1937
1936. De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, jrg 59, 1936, no. 53
De Indische courant 15 Maret 1939
Algemeen Handelsblad 25 Maret 1939
De Locomotief 14 Maret 1939
Goemans, G.S. 1940. "Het waterkrachtwerk „Ketenger" der N. V. Algemeene Nederlandsen-Indische Electriciteit Maatschappij in de residentie Banjoemas (Java)" dalam Ingenieur in Ned. Indie No.9 1940. Bandung : Groep Ned.-IndiĆ« van het Koninklijk Instituut van Ingenieurs. hlmn 143-156.