Keadaan Kerkhof Dezentje setelah dibersihkan. |
Satu persatu tanaman
liar dibabat hingga ke akar, makam-makam tua yang semula tertutup mulai
tersingkap bentuknya. Begitu antik sekali bentuk makam-makam yang terpancang di sini. Dengan
pilar-pilar bergaya Roman, makam-makam ini terlihat bagaikan reruntuhan Forum Romanum
di Roma. Selain berbentuk pilar, ada pula makam yang berbentuk seperti monumen
obelisk buatan bangsa Mesir Kuno. Menariknya lagi, saya mengamati ada sebuah
makam yang berbentuk bong, makam orang Tionghoa. Bentuk makam tersebut
sebelumnya sudah pernah saya temukan di Kerkhof Ngawi. Satu hal lagi yang sungguh unik dan belum pernah saya dapati di
kerkhof manapun adalah sebuah makam yang menyerupai atap rumah tradisional
Jawa. Ya, dapat dikatakan juka empat peradaban besar bertemu dan menyatu di
kompleks kerkhof ini…
Sudut kerkhof yang belum dibersihkan. |
Monumen-monumen berbentuk pilar patah di kompleks makam. Pilar patah merupakan perlambang dari putusnya kehidupan seseorang. |
Salah satu makam berbentuk obelisk. |
Dari semua makam yang
ada di kompleks kerkhof ini, terdapat empat buah makam yang berada dalam satu
bangunan. Dari luar, bangunan ini sekilas mirip dengan kuil Yunani kuno. Makam itu
dilindungi oleh teralis besi yang berbentuk cangkang keong. Bagian dalam
makam ini terasa lembab. Jamur dan lumut hijau menghiasi dinding tua makam yang
sepertinya baru saja dikunjungi orang karena di sini saya temukan sebuah dupa
yang baru saja dibakar. Entah siapa dia yang berkunjung ke makam ini sebelum
saya…
Betapa menyedihkan
keadaan makam-makam di sini. Di samping terlantar, bongkah-bongkah batu
prasasti yang dulu melekat sudah tak diketahui kemana rimbanya sejak permakaman tersebut dijarah oleh masyarakat sekitar tahun 1950. Andai saja tidak ada
tulisan spidol yang terbubuh di atas salah satu makam, niscaya saya tak bakal
tahu siapa gerangan yang dibaringkan di sini. Di sudut kerhof ini, terdapat dua
makam prasastinya masih melekat di tempat meskipun itu prasasti baru. Dengan
demikian ada tanda bahwa masih ada anak keturunan yang menziarahi makam ini.
Menariknya ialah, semua nama yang ada di kerkhof ini memiliki nama belakang
Dezentje dan salah satu makam terdapat tulisan gelar bangsawan Jawa ,“Raden Ayu
“. Entah siapa nama lengkapnya karena separo tulisan tidak dapat terbaca, namun
ini menjadi petunjuk bahwa ada orang Jawa yang dimakamkan di tengah-tengah
makam Belanda. Siapakah beliau sehingga dapat dimakamkan bersama orang Belanda
dan yang paling penting, siapakah sejatinya Dezentje ??
Dezentje, nama ini
mungkin sudah tenggelam dalam ingatan banyak orang. Namun dalam sejarah agraris
dan sosial di Surakarta, nama Dezentje adalah nama yang melegenda. Bagaimana
tidak ? Dialah yang menjadi perintis perkebunan Eropa pertama di Surakarta
sebelum tanam paksa digulirkan. Nama Dezentje setara dengan Kerkhoven di
Priangan, atau Jacob Nienhuys di Medan.
Johannes-Augustinus Dezetnje (1797-1839), legenda perkebunan dari Ampel (sumber : Djocja-Solo, Beeld van de Vorstenlanden).
|
Johannes Augustinus
Dezentje alias Tinus (1797-1839) merupakan putra dari seorang pengawal Eropa
di Keraton Surakarta bernama August Jan Caspar (1765-1826). Dari gajinya
sebagai seorang perwira di masa pendudukan inggris, pada 1816, Caspar menyewa
tanah Kasunanan yang terbentang dari Salatiga, Ampel, hingga Boyolali.
Sepeninggal Caspar, tanah itu diwariskan kepada Tinus (Bruggen dan Wassing,
1995; 23). Menginjak usia 18 tahun, Tinus menikah dengan Johanna Dorothe
Boode. Berselang tiga tahun kemudian, untuk memperluas tanah perkebunannya, Tinus
menikah dengan saudari raja Surakarta bernama Raden Ayu Tjokrokoesoemo.
Pernikahan kedua Tinus dihelat di Keraton Surakarta dalam rangakaian acara yang
akbar dan mewah. Setelah menikah, Tinus dan istri barunya menetap di Ampel,
Boyolali. Dari pernikahan keduanya, Tinus dikaruniai 6 anak yang semuanya
diberi nama dengan awalan huruf ‘A’ seperti Arnold, Alexander, Adrian,
Alphonse, Augustinius dan Annipellma sebagai bentuk penghormatannya terhadap
tanah perkebunan Ampel. Dalam
buku Djocja Solo, Beeld van Vorstenlanden,
karangan Bruggen dan Wassing, dituturkan bahwa sekalipun darah
Erop mengalir di dalam tubuhnya, namun karena persinggungannya dengan keraton, maka gaya hidup Tinus bak seorang bangsawan Jawa.
Rumah keluarga Dezentje di Ampel yang lebih menyerupai ndalem bangsawan Jawa (sumber : media-kitlv.nl). |
Pendeta S. Buddingh yang pernah bertamu ke kediaman
Tinus, menguraikan keadaan kediaman Tinus “ yang dibangun dalam gaya seperti rumah bangsawan Surakarta atau bupati
Jawa, lengkap dengan kebun binatang dan tembok tebal yang mengelilingi rumah
seperti benteng yang diperkuat dengan bastion dan gardu pengawas”. Setiap kali
Tinus berjalan, rombongan pembantunya akan ikut serta. Rakyat di pinggir jalan mesti
bersimpuh sebagaimana adat seorang bangsawan Jawa waktu itu. Kendati bergaya
hidup glamour, Tinus sendiri jauh dari kesan tuan tanah yang kejam dan kikir.
Setiap petani yang bekerja kepadanya dihibahkan kerbau atau bibit tanam secara cuma-cuma.
Gapura masuk ke kediaman Dezentje. Seperti yang diceritakan oleh Buddingh, rumah Dezentje dikelilingi oleh tembok dan parit layaknya keraton raja (sumber : media-kitlv.nl).
|
Demi melindungi
perkebunannya dari gangguan Perang Jawa, Tinus rela mengeluarkan banyak uang
untuk menyewa detasemen serdadu bayaran berkekuatan 1500 personel. Detasemen
itu dikenal sebagai Detasemen Dezentje. Tak hanya untuk mengamankan perkebunan,
detasemen itu juga dikirim ke palagan sebagai hulptropen. Begitu lengketnya Dezentje dengan lingkaran
dalam Kasunanan Surakarta sehingga Susuhunan Surakarta berhasil ia lobi
untuk bersikap netral selama Perang Jawa. (Soekiman, 2014; 50). Atas jasanya,
Kerajaan Belanda memberi penghargaan Orde de Nederlandse Leeuw (Orde Singa
Belanda) kepada Tinus. Sesudah perang, Tinus membuat sebuah proyek ambisius
berupa saluran irigasi besar sepanjang 60 kilometer. Untuk mendanai proyek ini,
Tinus meminjam uang dari Nederlandsch Handel Maatschappij.
Kunjungan putra mahkota keraton Surakarta ke rumah keluarga Dezentje. Keluarga Dezentje memiliki pengaruh cukup kuat pada Kasunanan Surakarta berkat hubungan pernikahan J.A. Dezentje dengan saudari raja Surakarta (sumber : media-kitlv.nl).
|
Sayangnya, sebelum
proyek ambisius itu kelar, Tinus mendadak meninggal dunia pada 7 November 1839.
Waktu itu, Tinus yang masih berusia 42 tahun sudah memiliki lahan perkebunan
seluas 1275 ha. Sepeninggal Tinus, perkebunannya sempat mengalami masa sulit
akibat gagal panen dan utang yang menumpuk untuk membiayai perkebunan yang luas
dan gaya hidup keluarga Tinus. Akhirnya kejayaan perkebunan keluarga Dezentje kembali
berlanjut pada tahun 1849 dan perkebunan itu dibagi-bagi kepada keluarga
Dezentje atau dijual kepada orang lain.
J.A.C. Dezentje, salah satu keturunan J.A. Dezentje. Perhatikan wajahnya yang lebih menyerupai orang Jawa daripada orang Eropa (sumber : media-kitlv.nl).
|
Tahun 1860an, Keluarga
Dezentje menjadi raja perkebunan di kaki timur gunung Merbabu-Merapi hingga
masa akhir kolonial meskipun para pendatang baru dari Eropa mulai menyaingi
usaha perkebunan Dezentje. Sebelum pendudukan Jepang, salah satu keturunan
Dezentje, Ny. Ch. E. Dezentje membangun sebuah rumah mewah di Jalan Slamet
Riyadi. Rumah itu kini dikenal sebagai Loji Gandrung. Menjelang Jepang masuk,
keluarga Dezentje diperingatkan oleh keraton supaya bergegas meninggalkan
Hindia-Belanda karena apabila Jepang masuk ke Hindia-Belanda, nasib-nasib orang
Eropa dan Indo-Eropa akan diperlakukan dengan buruk oleh Jepang. Lantaran
peringatan tersebut, keluarga Dezentje segera meninggalkan Hindia-Belanda dan
kini, keluarga Dezentje terpencar ke seluruh penjuru dunia. Dalam buku “Djocja
Solo, Beeld van Vorstenlanden”, keluarga Dezentje memiliki sebuah lahan
makam keluarga di Ampel yang dalam ukuran keluarga Dezentje masih terhitung sederhana. Melihat kemegahan sisa-sisa makam-makam yang masih
tersisa, tampaknya ukuran sederhana keluarga Dezentje lebih tinggi daripada
ukuran sederhana orang kebanyakan. Jadi dapat bayangkan betapa tingginya selera
keluarga Dezentje.
Sosok yang dibaringkan
di bawah nisan-nisan tua kerkhof ini rupanya bukan sembarang orang. Dia adalah
perintis perkebunan di wilayah Vorstenlanden dengan gaya hidupnya
yang mewah dan unik. Sayangnya, seperti halnya kerkhof ini, nama Dezentje di
masa kini sepertinya telah hanyut bersama arus zaman.
Referensi
Soekiman, Djoko.
2014. Kebudayaan Indis. Depok : Penerbit Bambu.
Van Bruggen, M.P. dan
Wassing, R.S. 2000. Djocja Solo, Beeld van de Vorstenlanden.
Pumerend : Asia Maior.
Mas, lokasi kerkhof ini di lahan warga, lahan pemerintah atau lahan tanpa tuan? Sangat menarik. Di Bogor ada Van Motman, di Citeureup ada Augustijn Michiels, di Cimanggis ada landhuis Van Der Parra, dll. Menarik sekali.
BalasHapusSaya masih belum tahu siapa pemilik lahan kekrhof ini.
HapusIni kejutan banget! Ternyata keturunan Tinus yang mendirikan bangunan yang kini dikenal Loji Gandrung. Nice share, bro. ^^
BalasHapusSelalu menarik untuk di simak ��
BalasHapusSaya belum lama tertarik mengunjungi kerkhof yg ada di Indonesia,, baru 2 saja yg saya lihat yaitu kherkof tanah abang yg masih sangat terawat da kerkhof di dalam kebun raya bogor,, biasa nya memang kerkhof identik dengan tugu obelisk, cawan, bintang daud, patung2 bidadari bersayap.. Terima kasih info ya mas...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusletaknya dari pasar ampel sebelah mana ya
BalasHapusjauh pokoknya. Saya saja sampai lupa jalannya
HapusDari Pasar Ampel ke Selatan. Ada pertigaan setelah Kecamatan Ampel belok kiri kearah Simo. Setelah hotel dan jembatan ada SD di kiri jalan. Nah di belakang SD ada lapangan. Nah Makam ini ada di bagian timur lapangan
HapusDari pasar ampel 500m ke timur selatan...saya paham bangrt krn waktu kecil main dinsitu
Hapusaku tinggal di ngargosari. tapi baru tau kalo di ampel ada kerkhof.
HapusQu sekolah di SD ampel 2. Setiap hampir tiap hari saat istrht main dilapangan atau di area makam kirkhoff, kadang naik turun atap makam yg ada tralisnya. Dulu makam ini agak bersih krn paling tidak ada yg mengurus membersihkan. Disitu jg ada makam yg kabarnya bupati boyolali pertama,tepatnya dipojok baratlaut makam.
Hapusdezentje
BalasHapusKerkhof y nama ini dulu sering menjadi pertanyaan untuk saya,,,apa sebenarnya arti kerkhof sendiri,,,sekarang baru tau,,,dulu setiap jam olahraga sering sekali ke samping kerkhof ini,,,dan memang serem karna g terawat,,,,banyak juga mitos disitu,,,
BalasHapusIya itu ada di sebelah timur lapangan Gondang Deket SDN II Ampel,saya sekolahnya di SD itu dulu
BalasHapusSaya orang ampel.. mau tanya, letak rumah keluarga Dezentje itu dimana ya?
BalasHapusSekarang jd puskemas Ampel,
HapusYen ko tugu lilin kiwone puskesmas mas ..
HapusTerimakasih untuk artikel ini !
BalasHapusSaya mencari keturunan Henri August Dezentje itu adalah Cucu Tinus Dezentje
Anaknya Henri ada 6 diantara barend , Louis ( kuburannya di Bantengan semarang ) istilahnya Mbah Henri August itu adalah Kakek buyut
Tepatnya saya baru saja dari situ,,karna hanya belakang rumah saya
BalasHapuskalo yang di Karanganom itu apakah masih keturunan dari Dezentje???
BalasHapusKaranganom mana ya?
HapusPemilik pabrik gula Karanganom (Klaten) adalah keluarga Dezentje. Saking cintanya dengan kebudayaan Jawa, Tuan Dezentje sampai menciptakan sekotak wayang kulit purwa dengan ciri khas tersendiri, dikenal dengan gagrak Dezentje. Sebagian wayang itu masih tersimpan di Pandanan Desa Soropaten Karanganom, dimainkan setiap malam Jumat Pon. Salah satu dalang kesayangan Tuan Dezentje adalah Ki Martosono, guru para dhalang top generasi sesudahnya.
HapusMaaf yang foto rumah dan foto gapura masuk itu bukanya Ampel gading di kota malang ya??
BalasHapusBukan. Ini Ampel di Boyolali.
HapusDownload foto nya diijinkan tidak bang ? Terimaksih
BalasHapusTertarik dengan artikel ini. Karena rumahku karanganom, jadi satu dengan bekas perumahan pegawai pabrik gula karanganom tersebut. Dukuh tersebut dulu terkenal dengan sebutan desa DUL LOJI, sekarang dukuh Gataksari. Akan tetap kami rawat tembok peninggalan Belanda tersebut. Juga rumah kami yg model bangunannya model Belanda. Yg dulu rumah tersebut milik dr pabrik gula Karanganom di era jaman itu. Lalu di beli oleh keluarga kami.
BalasHapus